ASTRAVALOR SHADOWS (PART 1)

Title: Astravalor Shadow
Bagian: 1
Genre: twoshot, fantasy, hurt, romance, etc.
Author: Ade Dirta Dakhi

Happy Reading :*

            “you’re mine. Don’t go from me. If you do that, i just can say ‘be careful’. Because Lucifer will find you and make you be a small devil. So, still beside me”

Hailee’s P.O.V
            Teriang dengan jelas di memori kepala ku. Kejadian sembilan tahun lalu. Kejadian yang menimpa gadis kecil seperti ku. Terbawa oleh halusinasi yang mengerikan. Tak tau ntah bagaimana semua itu bisa berada di dalam ku. Selama sembilan tahun aku baru menyadarinya sekarang? Tapi mengapa harus terjadi padaku? Mengapa anak lain juga tak mengalaminya. Seakan aku seperti dipojokkan dalam masyarakat. Dan terlihat aneh dimata semua orang. Dari mana datangnya ini semua? Jika diizinkan untuk memilih, hidup atau mati. Aku akan memilih mati. Tapi mengapa juga saat aku merasa sudah berada di ujung tanduk, mereka tetap tak mau melepaskanku. Ibu, ayah, kakak, sahabatku, dan tiga orang menyebalkan yang selalu hidup didalam mimpi-mimpiku sejak sembilan tahun yang lalu. Mengapa?
~~
            Malam ini dingin tak seperti biasanya. Malam menuju bulan Desember, butiran-butiran halus putih turun dari langit. Menandakan kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa. Aku berdiri di belakang jendela kaca apartemen ku, menatap kota London dengan baju hangat dan secangkir coklat panas berada di genggamanku. Dengan beragam pertanyaan. Yah, seribu pertanyaan yang sejak dulu berada dibenakku. Tentang mimpiku, kehidupanku dan hatiku. Terombang ambing didalam otakku, mengulung-gulung memaksa untuk di jawab. Tapi apa daya aku sudah bertanya kepada semua orang. Nihil. Shit!
Aku, Hailee Alexandra Pevensie. Seorang gadis berusia sembilan belas tahun. Yang keturunan Jepang—London. Aku seorang anak kulihan jurusan bisnis. Aneh memang seorang gadis muda berusia sembilan belas tahun sepertiku megambil jurusan bisnis. Tak seperti kawan-kawan ku yang mengambil jurusan kedokteran, modeling atau lain sebagainya. Ini kulakukan agar kelak aku bisa meneruskan pekerjaan ayah yang seoarang pembisnis besar sekaligus seorang astravalor yang berjelajah keliling dunia hanya untuk masuk ke dunia astral. Kelebihannya itu turun kepada diriku. Aku memiliki kekuatan yang sama seperti ayahku, bisa pergi hanya dengan roh ku, ke tempat yang manusia biasa tak bisa pergi. Tapi berbeda dengan ayahku. Ia pergi ketempat itu dengan kemauannya sendiri, sedangkan aku tidak. Aku selalu dipanggil oleh dua orang yang selalu mengahantui ku. Datang tiap malam ke dalam kamarku dan memanggil-manggil nama ku. Itu terjadi sejak aku berumur sepuluh tahun. Dan malam ini aku tak tau apakah mereka akan datang lagi. Ku harap tidak, karna itu semua hampir membuatku gila. Halmonie—panggilan nenek untuk orang Jepang—bahkan sampai memanggil seorang dukun agar bisa menyembuhkan ku. Dan lagi, keluarga ayahku menganggapku tak waras. Beruntungnya aku masih mempunyai seorang kakak dan teman yang memang benar menganggapku ada dan waras, Georgie dan Niall.
Aku melangkahkan kaki menuju ketempat tidur large size-ku. Aku merebahkan tubuhku di atas tempat tidur. Lalu berdoa pada Tuhan dan “hailee... hailee... hailee” tidak! Suara itu lagi. Dengusku yang baru saja ingin memenjamkan mata.
            “berhentilah menggangguku! Apa kalian tak bosan, eh?” ucapku dengan suara meninggi. Aku tau itu tak akan bisa berhasil menjauhkan mereka dari hadapanku. Karna ujung-ujungnya aku akan tetap di bawa oleh mereka di hadapan Zaynster.
            “maafkan kami, nona. Ini perintah dari tuan.” Balas Jane dengan lembut. Wanita berambut pirang yang begitu baik dan lemah lembut. Tapi, berbeda dengan penampilannya yang seperti seorang malaikat maut dan memiliki mata merah seperti kebanyakan vampire yang ku lihat di film-film.
            “anak ini selalu saja membuat masalah. Aku benci punya tugas menjaga anak-anak seperti dirinya.” Pandangan ku beralih begitu saja kepada seorang pria yang berpakaian ksatria dengan pedang super panjang yang ada di pinggangnya.
            “aku gadis berusia sembian belas tahun, ksatria bodoh!” ucapku dengan mata melotot. Semelotot-lotot mungkin, sehingga mereka tak berani lagi menggangguku. “sudahlah. Sebaiknya kalian pergi saja. Aku bosan bertemu dengan Zaynster. Apa dia tak bosan bertemu dengan ku.” Ucapku lagi, tapi dengan nada yang lebih santai
—ya Zaynster mereka memanggilnya. Manusia setengah malaikat itu yang punya kekuasaan penuh atas diriku. Tapi, kalau boleh jujur aku memang merasa nyaman jika bersamanya. Tapi karna sifatnya yang dingin dan kasar pada oarang lain itu yang membuatku muak. Yah—walaupun saat bersamaku sifatnya sedikit melunak.
            “ada yang ingin disampaikan tuan pada mu nona.”jawab Jane lagi, walaupun aku sudah ratusan kali bertemu dengannya. Tapi aku tak pernah bosan memandanginya.
            “heh! Selalu saja alasan seperti itu. Tapi nanti, apa? Ia tak cakap apapun tentang hal penting. Ia hanya berbasa-basi.” Ucap ku dengan cuek dan bangkit dari tidurku. Ingatan tentang dua tahun yang lalu itu muncul kembali dalam benakku. Saat aku yang keras kepala tak mau menuruti kemauan dari Zaynster. Ia sampai datang sendiri kedalam kamarku. Dan menarik roh ku dengan paksa.
            “kau tak mau, bukan. Jika tuan datang langsung ke sini, mengambil roh mu dengan paksa dan er—m-e-n-c-i-u-m mu lagi, eh?” ujar Edmund dengan menggoda. Selalu saja seperti ini, mereka bisa membaca pikiranku dan er— i hate it.

Flashback On.
            “hailee”
“Tidak! Aku tak ingin ikut kau lagi. Enyahlah!” bentakku pada Zayn yang datang kekamarku. Aku yang meringkup di sudut kamar di tarik secara paksa oleh Zayn, sekejap saja sekelilingku berubah menjadi pekat kelabu, suara guntur ada dimana-mana. Aku sudah tau bahwa roh ku di tarik oleh Zayn dan masuk ke dunianya.
~~       
“kau masih tak mau bicara? Ingat Hailee. Takdir mu adalah bersamaku. Kau tak bisa mengubah itu semua” tanyanya saat kami sudah berada di kamarnya. Suaranya yang dingin membuatku diam kaku tak berdaya. Dia mendekapku dari belakang dan nafasnya terasa di daun telinga ku. “Hailee.” Ucapnya lagi. Tak tau ntah setan apa yang menghantuiku. Aku menghadapnya. Dan itu adalah tindakan bodoh. Zayn langsung saja melumat bibirku dan sontak saja itu membuatku terkejut. Dia lalu membalikkan tubuhku agar bisa menghadap ke arahnya. Tidakkkkkkk!

Flashback Off.
            “baik. Baik. Aku akan ikut kalian. Tapi kalian harus berjanji padaku, kalian harus membawa ku pulang saat matahari terbit. Jika tidak...” aku berpikir beberapa saat sebelum melanjutkan ucapaku. “kalian akan tau akibatnya” lanjutku dengan arogan sembari memberikan tangan kanan ku pada Edmund layaknya putri kerajaan yang ingin turun dari kereta kudanya.
Kulihat dari tampangnya, Edmund sudah kesal dan seakan ingin memenggal kepalaku. I don’t care, batinku. “ayo sekarang jalan. Apa lagi yang akan kita tunggu. Heh! Kalian ini.” Ucapku lagi.
            “baiklah cerewet. Kau siap roh mu akan ku tarik?”
            “sekarang atau aku akan berubah pikiran” balasku dengan pandangan menantang ke arah mata Edmund.
Edmund meraih tanganku, perlahan rohku lepas dari dalam tubuhku dan –gedebuk- suara itu terdengar ketika tubuhku yang pucat itu jatuh dan tergeletak di atas lantai kamarku.
Lalu Jane membentuk sebuah lingkaran portal yang menyilaukan mata. Kami bertiga pun masuk. Pergerakkan di dalam portal membuat kepalaku pening. Walaupun sering keluar masuk di melalui portal aku masih saja merasakan pusing.
            Saat kaki ku memijak lantai marmer itu, tangan yang begitu dingin menarikku dengan kasar membuatku berada di dalam pelukannya. “Zayn—aku pusing. Lepas” ucapku memberontak. Keadaan ku yang pusing membuat kata-kata memberontak itu seperti aku ingin dimanjakan olehnya. Bodoh! kau memang bodoh Hailee, gerutuku.
            “harus berapa kali ku katakan padamu, Edmund! Jangan sentuh gadisku!” ucapnya ketus. “Mom Jane. Siapkan pakaiannya dan antar kekamarku. Aku tak ingin berdampingan dengan gadis yang hanya menggunakan piyama.” Lanjutnya lagi sambil mengelus kepalaku.
Heh! Terkutuklah bahwa dia sayang padaku. Lihat, baru saja dia menghinaku secara tidak langsung. Apanya yang sayang! Damn!
            Aku duduk di samping tempat tidur ala—kerajaan itu. Aku mengikuti setiap pergerakkannya. Dia berjalan menuju meja kecil yang di atasnya ada sebuah poci dan cangkir kecil. Dia menyeduhkan hm—terlihat dari warnanya seperti teh—kedalam cangkir itu dan membawanya kepadaku. “minumlah” ucapnya padaku. Suara yang tadinya dingin berubah lembut dan membuatku begitu nyaman.
            Aku mengambil cangkir berisi teh itu dari tangannya. Pernah suatu hari aku menolak minuman itu. Tapi harum mint-nya begitu menggoda dan itu salah satu alasan mengapa aku betah berlama-lama di sini.
            Jane datang dengan sepasang baju yang sama seperti baju Queen Susan The Gentle—yang ku lihat di film berjudul Narnia. “masuklah kedalam kamar ganti. Aku akan menunggu mu di sini. Ku harap kau tak akan lama” ucap Zayn dengan cuek. Pria berperawakan ganda. Dalam sekejap dalam sekali kedipan mata, dia bisa saja berubah kadang menjadi lembut kadang juga menjadi dingin.
            Aku keluar mengenakan pakaian itu. Pakaian yang pas di tubuhku. Aku yang memandang ke arah cermin tersenyum sendiri melihat ku yang tak pernah seperti ini sebelumnya. Aku begitu cantik. Aaaa—aku suka ini, girang ku dalam hati. “er—jadi Zayn apa yang ingin kau bicarakan, heh?” tanya ku dengan penasaran. Senyum mesum yang mengambang di wajahnya, terlihat dari pantulan cermin yang berdiri tegak di hadapanku.
            Tubuh berperawakan menantang itu perlahan mendekatiku. Perlahan juga ia melepas jubah hitam yang tergantung di lehernya. Mau apa dia, eh! Zayn tepat berdiri di belakangku. Tidak. Jangan bilang bahwa ia akan mencium ku lagi. Dasar mesum. Gerutuku.
            Dia tertawa terbahak-bahak melihat aku yang menutup mata. Sontak saja aku langsung membuka mata ku dan ku balikkan badanku menghadap kearahnya dengan wajah sarkastis.
“kau bepikir bahwa aku akan bermacam-macam dengan mu? Buat apa? Sebentar lagi juga aku akan memilikimu seutuhnya” ucapnya dengan wajah yang begitu. Ya ampun mempesonanya dia. Tak pernah sebelumnya aku melihat dia tertawa seperti ini. Aku suka tawanya. “aku tak akan melakukan itu. Kau terlalu kecil untuk ku tiduri.” Lanjutnya lagi dengan terkekeh.
            “aku bukan anak kecil Zayn. Aku—a” ucapan kuterpenggal karna Zayn menaruh jari telunjuknya tepat di depan bibirku. Jantung ku berdegup kencang karna wajahnya perlahan mendekatiku. Jangan, Hailee. Ia bisa mendengar degup jantungmu itu. Stop!
            “kau memang bukan anak kecil lagi. Tapi kau hanya begitu polos, sehingga aku tak berani menidurimu.” Ucapnya dengan angkuh. Hembusan nafasnya begitu terasa menerpa wajahku.
            “whatever” jawabku mengikuti keangkuhannya. “jadi katakan apa yag ingin kau katakan. Sebab aku tak ingin berlama-lama di sini” lanjutku lagi dan meninggalkan cermin lalu duduk di sisi tempat tidur.
            “tak ada. Aku hanya merindukan mu”jawabnya lagi dengan riang. Hentikan wajah mematikan plus terkutuk itu, geram ku. Aku terus merundukkan kepala tak ingin melihat wajahnya. Kakinya yang jenjang itu tepat berdiri dihadapanku.
“Hailee. Dengar aku. Jangan berusaha untuk meninggalkan ku. I love you, baby” suaranya yang sexy, suara yang lembut tetapi terdengar tetap tegas terdengar di daun telinga ku, begitu jelas dan membuatku mulai terlelap.
Tak tau ntah berapa kali manusia hasil reinkarnasi Dewa Yunani ini mengucapkan kalimat itu. Sehingga membuatku benar-benar terlelap dan tak tau apa yang terjadi setelah tubuhku lunglai di tangannya yang kekar.
            Aku mendengar nama ku dipanggil lagi. Tapi ini masih pagi. Seharusnya mereka menunggu sampai nanti malam. “Hailee... babygirl... bangunlah, kau nanti akan kesiangan” itu suara wanita yang sangat familiar di telinga ku. Ah ya, Mom. Mom terus mengguncang-guncangkan tubuhku. Merasa kedinginan aku pun menarik selimut ku lebih dalam lagi dan terus melingkup didalamnya.
            “hailee...” ucapnya lagi dengan lembut.
            Aku terpaksa bangun dan bangkit dari tidurku “mom, aku masih mengantuk dan ini masih pagi untuk berangkat kuliah. Huft, dingin” ucapku memelas sambil menggaruk-garuk kepalaku.
            “kau lihat. Ini sudah jam delapan pagi dan setengah jam lagi kau ada les bukan. Georgie sudah menunggu mu” ucap Mom dengan menunjuk-nunjuk jam dingin yang terpajang di dinding kamarku.
            “What?” aku terkejut bukan main, langsung melompat turun dari tempat tidur dan berlari tergesa-gesa ke dalam kamar mandi. “mom. Seharusnya kau membangunkanku sejak satu jam yang lalu” teriak ku dari dalam kamar mandi. Suara guyuran air hangat yang turun dari shower terdengar gemerisik dilantai. Mungkin juga akan terdengar sampai keluar.
            “kau. ---ang ti--- bangun-bang-- Hai--. Mom sud—memanggil -- dan emp—kali mondar ----- ke sini. Hanya unt--- membang—kan mu. Tapi nih-l. Kau pu- tak --- bangun” aku hanya bisa mendengar sepotong kata saja dari setiap kalimat dari yang di ucapkan Mom. Karna sebagian sudah kalah tandingannya di telan oleh gemerisik air shower yang jatuh. “cepat! Kami akan menunggumu” lanjutnya lagi lalu meninggalkan kamarku.

~~
            Aku menuruni tangga menuju dapur dan merogoh kotak bekal makan siangku di atas meja dan langsung meneguk habis susu coklat kesukaan ku. “mom, aku berangkat, ok. Telfon aku jika ada terjadi apa-apa” ucapku sambil mengecup pipinya.
            “ya. Kau juga. Jika sudah pulang, jangan kemana-mana” balasnya pada sambil melambaikan tangannya pada ku yang meninggalkannya menuju ke ruang tamu. Saat aku melihat Georgie, aku langsung menunjuk-nunjuk jam tanganku. Agar segera berangkat karna aku tak mau terlambat saat les guru yang menyebalkan itu.
            Di perjaalanan aku hanya mendengar alunan musik instrumental Bella’s Lullaby by  Carter Burwell—soundtrack film Twilight yang diputar.
“hailee?” suara Georgie mengejutkanku yang sedang menikmati alunan musik.
            “hm” balasku berdeham.
            “mengapa bisa kau terlambat lagi, eh? Apa karna Zaynster itu datang lagi tadi malam di kamarmu?” lanjutnya lagi dengan menggoda sambil tetap memegang stir mobil.
Georgie, memang selalu bisa tahu apa yang telah terjadi pada ku, karna rutin tiap malam hal itu terjadi. Jadi tak perlu ditanya mengapa dia tau.
Georgie adalah teman baikku sejak SMP. Ia anak dari Mr. Henley dan Mrs. McAdams. Ia selama ini kabur dari kedua orang tuanya di New York lalu lari ke sini. Di London ke tempat pamannya. Bisa dibilang bahwa Georgie adalah anak dari korban broken home. Dia sempat tertekan karna keadaan orang tuanya dan dia. Tapi beruntung dia bertemu denganku dan bisa berteman denganku. Sehingga aku bisa mengeluarkannya yang hampir saja masuk kedalam dunia gelap.
            “kau taulah. Aku bingung kenapa mereka betah terus menerus bersama ku, menjaga ku bahkan mempertahanku. Terlebih malaikat jadi-jadian, Zaynster yang ngotot agar aku tak boleh pergi kemana-mana saat roh ku melayang. Hanya boleh ketempat nya. Itu gila!” dengusku.
            “kurasa Hailee. Itu karena yang bernama Zayn menyukaimu. Itu hanya perkiraan ku, ok.” Ledeknya lagi sambil menjulurkan lidah. Perkataannya selalu teriang-iang di benakku. Sampai saat ini! Aku berjalan menyusuri koridor kampus dengan langkah yang tak bersemangat. Tidak! Jangan lagi! Dilema!
            “aw.. shit!” ucapku sambil mengambil tas yang ku yang terjatuh. Tapi sayangnya sebelum tanganku menyentuhnya. Seorang lelaki sudah mengambilnya dari atas lantai.
            “sorry. Ada yang sakit. Lengan mu, atau kakimu?”tanya nya dengan nada khawatir. Aku tertawa mendengar perkataannya. Sebegitu takutnya dia hingga wajahnya yang manis itu mengkhawatirkanku. “ada yang lucu? Mengapa kau tertawa, eh?” tanyanya kini dengan wajah sarkastis.
            “hem—tidak, aku hanya.. ah sudah lah. Lupakan, aku tak apa dan tak ada yang sakit” balasku lalu mengambil tas ku dari genggaman tangannya. “aku duluan, aku sedikit terlambat hari ini. Bye.” Lalu aku pun meninggalkannya. Sekejap, langkah ku terhentikan.
Sebentar, aku seperti mengenal mata itu. Tapi siapa? Zayn? Apa dia sudah gila sampai-sampai menghampiriku kemari. Aku pun membalikkan badan.
            “kenapa?” suara yang bariton itu hampir saja membuatku terlonjak dari tempatku berdiri. Tak di sangka dia sudah berada tepat didepanku. Untung saja jantungku tak melompat keluar. Kalau itu terjadi, mungkin Dad akan mengubur orang ini hidup-hidup.
“aku tau kau seorang astravalor, Hailee” belum sempat aku menarik nafasku dan memasukkannya lagi kedalam tubuh kata-kata orang ini kembali membuatku menganga.
Dia tau bahwa aku astravalor? Dari mana?
“itu simple saja. Hubungan mu dan Zaynster malaikat berhati sedingin es itu. Aku tau semua tentangmu. Ayah mu, ibumu. Dan aku tau mengapa kau bisa berhubungan erat dengan Zayn. Dan mengapa ia tak bisa melepaskanmu. Jika kau ingin tau semuanya, kita bisa berbincang di kantin. Itu pun jika kau mau” lanjutnya lagi lalu pergi meninggalkanku yang diam mematung memandangi kepergiannya.

~~
            Siapa dia? Apa lagi ini? Kedua pertanyaan itu berputar-putar di dalam benakku. Membuat aku tak konsen saat Mr. Tom mengajar.
            “kau kenapa, eh?” suara Georgie mengejutkan dan membuyarkan ku dari lamunan.
            “tidak” jawabku dengan malas. Penasaran dengan cerita yang di tawarankan Meiter padaku. Aku menyetujuinya untuk bertemu dengannya dikantin.
            “maaf kau mungkin menunggu lama.” Sapa ku pada Meiter yang sedang mengaduk-aduj jus jeruk miliknya. Aku mengambil tempat tepat di seberangnya. Bingung apa yang harus aku katakan. Aku hanya bisa diam memandanginya yang juga sedang memandangiku.
            “apa?” tanyanya cuek. Aku heran dengan yang di katakannya. Apa? Dia hanya bilang apa? Apakah manusia ini sudah lupa daratan dimana dia berpijak.
“aku masih tau dimana aku berpijak, Hailee” bodoh! seharusnya aku tau bahwa dia pasti bisa membaca pikiranku.
            “baiklah, Meiter to the point. Aku hanya ingin mengetahui tentang kehidupanku, Zayn dan ayahku....” belum sempat aku melanjutkan perkataanku. Seorang pria berambut curly menarik tangan ku sehingga otomatis membuatku berdiri dari tempat duduk ku.
            “KAU. MEITER. Tolong jangan kau dekati Hailee. You’re an evil!” bentak pria itu pada Meiter dan menarikku lebih dalam lagi, sehingga kini aku berada di dalam dekapannya.
            “hah! You’re just a boy! Shut up!” balas Meiter tak kalah garangnya dengan pria yang memelukku ini. Ingin memberontak tapi rasanya tubuhku kaku untuk digerakkan. Siapa mereka berdua. Mengapa mereka mengenalku dan aku tak mengenal mereka. Terdengar di telinga ku samar-samar. Semua orang yang berada di sekitar ku berbisik dan memandangi kami bertiga. Selama beberapa saat terjadi pertengkaran hebat di antara mereka berdua. Tapi pria berambut curly itu tetap mendekapku. Seakan diberi obat tidur, mataku susah diajak untuk berkompromi. Sehingga aku sudah tertidur didekapannya.

~~
            Aku meraba sekelilingku. Empuk, aku seperti berada di tempat tidur. Tapi di kamar siapa? Aroma ini. Aroma bunga Lavender yang begitu ku kenal. Ya ampun, aku langsung saja membuka mataku dan menatap sekeliling. Aku meraba tubuhku. Untung. Pakaikan ku masih utuh seperti  pakaian ku yang sebelumnya. “nona sudah bangun?” suara Jane mengejutkan ku. Aku masih bingung dengan keadaan ku. Apa yang terjadi dan..
            “mom Jane?” ucapku pada Jane. Ya, aku memang memanggilnya Mom, karna umur  Jane sudah beratus-ratus tahun. Tapi dia tetap saja seperti gadis berusia dua puluh tahun yang begitu cantik.
Mendengar ucapanku Jane hanya berdeham. “mengapa aku di sini, apa yang terjadi. Kau tau sesuatu mom? Beritahu aku, please.” Mohonku pada Jane. Dia berjalan ke arahku dan mendudukkan pantatnya tepat di sampig ku.
            “kau akan tau sebentar lagi. Dan batas perjanjian ayahmu dengan kami mungkin minggu depan sudah berahir. Orang yang menolong tadi adalah Harry. ia yang menolongmu tadi siang di kantin dari Lucifer—Meiter.” Lanjutnya lagi lalu menyodorkan padaku sebuah cangkir yang berisi seperti teh, kelihatan dari harumnya. “aku akan meninggalkanmu, ok. Harry sebentar lagi akan datang kemari.dia akan menjelaskan tentang semuanya. So, don’t worry.” Ucapnya lagi dan beranjak pergi meninggalku yang duduk bersilang kaki di atas tempat tidur.
            Aku menyeruput teh yang diberikan Jane pada ku. Tak lama setelah itu pria berambut curly yang tadi ku tau dari Jane bernama Harry masuk kedalam ruangan ini. “maaf. Karna membuatmu takut, Hailee. I just try to protect you, Georgie, and your family.” Kata-kata Harry begitu lembut di tambah lagi karna lesung pipi yang terpahat indah di wajah malaikatnya itu.
            “it doesn’t matter.” Balasku dengan manis. Ah ya, aku hampir saja lupa. “harry? Jane berkata bahwa kau akan menceritakan semua padaku? Tentang kehidupanku.” Lanjutku lagi dengan muka yang penuh harap. Karna memang berharap agar Harry menceritakan semuanya.
            “ok. Aku akan menceritakannya pada mu” ucapnya lalu mengelus rambutku.

Flasback On.
            “hailee. Ayah ingin mengajakmu berjalan-jalan di tempat yang berbeda. Kau mau?” tanya Dad padaku. Aku yang masih berumur sepuluh tahun senang bukan main karna di ajak berjalan-jalan. Tapi saat itu. Aku yang di peluk Dad langsung menghilang di telan waktu. Layaknya pindah ke dimensi lain. Tapi tidak, sesudah itu. Aku melihat diri ku dan Dad terbaring di atas lantai lalu aku terkejut melihat diriku yang seperti melayang-layang.
            Dad menarik tangan ku lalu masuk kedalam lingakaran yang bercahaya. Aku yang masihh kanak-kanak tak tau apa arti dari ini semua. Dad terus menggenggam tangan ku. Kami memasuki sebuah bangunan seperti istana. Di sana banyak orang yang berkulit putih pucat dan er—disini rasanya begitu dingin. Ada Mom Jane, Edmund dan Meiter. Mata mereka yang berwarna merah membuatku takut. “dad. Kata mu kita akan berjalan-jalan. Tapi ini bukan jalan-jalan Dad.” Ucapku dengan polos.
            “ini akan menyenangkan, ayah berjanji.” Balas dad dengan begitu menyakinkan. Aku melihat satu orang di depan ku yang memakai jubah hitam nan panjang seperti Zorro tapi dia begitu tampan. Aku yang bertubuh kecil hanya bisa bersembunyi di belakang Dad. Tapi seorang wanita berambut pirang yang begitu cantik menarik tanganku dengan lembut. Lalu membimbing ku di depan pria tampan tadi.
            “hai. Hailee.” Sapanya dengan lembut sembari mengelus-elus kepalaku. Aku yang tak tau apa-apa hanya bisa tersipu malu. “peter. Aku akan menjaga mu beserta keluargamu dari para keturunan Lucifer dan anak buahnya. Asal kan kau berikan Hailee padaku. Tapi tenang kau tak perlu takut, aku baru akan benar-benar memilikinya sembilan tahun yang akan datang. Jadi mulai sekarang aku akan menunggu sampai waktu itu datang. Aku juga tak mengambilnya karna ingin menjadikannya seorang dayang. Tidak. Aku memang benar-benar menginginkannya. Karna takdirnya memang sudah di tetapkan untuk bersamaku.” Ucap pria tampan itu pada Dad.

Flasback Off.
            “jadi, dad penyebab ini semua?”tanya ku lagi.
            Matanya yang lembut memandangku. Tak seperti tatapan mata Zayn yang selalu membuatku keringat dingin dan diam beku tak bisa berkutik. “tidak, tidak. Ini memang takdirmu, Hailee. Kau ditakdirkan bersamanya. Dan ku yakin, kau pun mencintai Zayn dengan hatimu. Karna dikatakan pada ramalan, bahwa kau akan bersamanya bukan karna terpaksa. Tapi karna memang kau benar-benar mencintainya dengan hatimu, Hailee. Lalu kau akan menjadi kakak ipar ku?”ucapnya dengan nada gembira.
            “wait. Kakak ipar? Jadi kau—tapi mengapa bisa? Kau manusia dan dia makhluk astral.” Ucapku, aku semakin bingung dengan apa-apa saja yang barusan diucapkan pria ini. Mengapa jalan hidupku begitu rumit seperti ini? Bad luck, gerutuku dalam hati.
            “aku tau, ini semakin membingungkan mu.” Kekehnya. “aku memang adiknya Zayn, adik tiri. Tapi saat dia berumur enam tahun dan aku lima tahun, maut merenggut nyawanya. Dia meninggal saat itu juga. Satu rahasia yang ingin ku beritahu padamu. Umur kami tak akan pernah bertambah tua dan tetap seperti ini, selamanya. Dan seteah kau nanti akan bersama dengan nya. Kau akan sepertiku, tetap menjadi astravalor. So, don’t worry.” Lanjutnya lagi dengan lesung pipi terpahat di wajahnya, membuatku sedikit terpana sampai beberapa saat.
            Pintu kamar terbuka, terlihat di ambang pintu seorang yang sangat tak ingin aku harapkan datang menghampiri kami. Deg—deg—deg—tatapannnya yang dingin membuat jantung ku serasa di pukul-pukul sehingga mungkin untuk orang seperti Zayn yang bisa mendengar apapun  akan mendengarnya dengan jarak seperti ini.
“ehem” dehamnya. Membuat aku tertunduk tak mau lagi melakukan hal bodoh lagi dengan menatapnya. “sudahlah! Jangan terlalu berlama-lama dengan calon pendamping hidupku, Harry. Kau bisa keluar sekarang” lanjutnya lagi dengan ketus. Heh! Bisakah, dia bersikap lembut dan hangat? Tidak kasar dan dingin seperti ini, batinku.
            “hm—aku akan meninggalkan kalian” balas Harry lalu bangkit dari duduknya dan meninggalkan kami berdua.
            “pintunya... begitu saja” ucapku dengan gemetar.
            “tutup!” suara Zayn yang menggertak mengejutkanku. Membuatku tak bisa berkutik apapun lagi. Aku yang menunduk hanya bisa melihat Harry yang berlalu lewat ujung mataku. Tangan Zayn yang perlahan menggenggam tangan ku yang berpangku pada paha, mengelusnya dengan lembut. “maaf membuat mu takut” lanjutnya lagi. Kenapa dia minta maaf? Mengapa semua orang meminta maaf padaku. Er—ini membuatku semakin gila!
“ya” balasku yang masih tetap dalam keadaan semula. Karna melihatku yang terus menunduk. Ia menjulurkan tangannya ke daguku dan mengangkat wajahku. Kini aku bisa menatapnya. Menatap matanya dan senyumnya yang berubah lembut jika bersamaku. Aku suka Zayn yang seperti ini. Lembut, hangat dan mempesona, batinku.
you are mine. Don’t go from me. If you do that. I just can say ‘be careful’. Because Lucifer will find you and make you be a small devil. So, still beside me” kata-kata itu kembali di ucapkannya. Setelah ia pernah mengucapkan itu dua tahun yang lalu. Di saat aku benar-benar memberontak. Mendengarkan kata-kata itu, perasaan ku seakan campur baur, kalimat itu seolah sebuah mantra yang begitu membius sehingga aku tak bisa lagi memberontak dan tak ingin pergi jauh dari Zayn. Tapi kali ini aku ttak memberontak. Seharusnya ia tak mengucapkan kalimat itu.
Aku tak tau harus berkata apa padanya. Pikiranku kacau dan aku berat mengatakan kebenaran ini pada Zayn. “Zayn. Dengar aku. Aku punya masa depan sendiri dan bukan bersama mu. Aku tak percaya akan ramalan itu Zayn. Itu semua omong kosong!” ucapku dengan nada yang menyakinkan.
            “tidak, Hailee!” bentaknya padaku. “kau seharusnya yang mendengarkanku. Keluargamu dalam bahaya, kalian di incar oleh Meiter karna kau dan ayahmu memiiki darah-murni malaikat. Jadi aku sudah menugaskan seluruh pengawal ku untuk menjaga keluarga mu. Tapi terkhusus dirimu Hailee. Itu tugasku! Sejak kau datang pertama kali ke tempat ini. Aku sudah jatuh cinta padamu Hailee. Takdir berkata kau bersama ku! Jangan tentang itu! Jadi, tolong jangan katakan bahwa kau tidak terima akan semua ini”
            Matanya yang tajam memandangku dengan dalam. Tatapan dingin itu benar-benar mengunci ku. God. Aku benci tatapan itu. Aku ingin Zayn yang lembut.
            Aku menundukkan kepala agar ia tak melihatku mengeluarkan satu persatu tetes air mata yang perlahan turun membasahi pipiku. Aku hanya bisa menutup mata. “ya! Aku ingin lari dari takdir! Lari dari mu! Menghindar dari mu! Dan—aku tak mau bertemu dengan mu lagi!” ucapku dengan lantang. Bibirku gemetaran setelah mengucapkan kalimat itu.
Air mata yang tak bisa terbendung lagi sekarang sudah tumpah bagaikan air bah yang tak dapat di tahan lagi di pelupuk mataku, membuatku terisak di hadapan pria yang sekarang menjadi dilema dalam hidupku. Zayn yang tak ku tau apakah aku menyukainya. Sehingga saat aku mengucapkan kalimat terkutuk tadi aku menangis?
Aku melihatnya berlalu dari hadapanku dan menuju pintu “tapi—“ucapan ku membuatnya berhenti. Namun tak lama, lalu melanjutkan langkahnya. “mohon jangan lupakan aku!” teriakku sambil terisak. Dia tetap juga tak menggubrisku. Tubuhnya yang tegap bagai Dewa Yunani itu perlahan menghilang di balik pintu.
Aku menangis sejadi-jadinya di ruangan ini. Tubuhku sesegukan. Keringat bercucuran membasahi tubuhku. Aku hanya bisa menerawang apa yang akan terjadi selanjutnya tanpa mereka.

Dua minggu kemudian.

Dua minggu setelah kejadian itu. Aku tak pernah lagi bertemu dengannya-Zayn-, Jane dan Edmund. Mereka menghilang dan tak pernah mengganggu ku lagi. Dan memang itu yang ku harapkan. Tapi setelah jadian itu juga, aku mulai merasa kesepian. Ntah kenapa. Apa mungkin aku merindukan Zayn? Impossible!
            “hailee. C’mon, baby” teriak Mom dari bawah membuyarkan lamunanku. Aku yang duduk tepat di depan cermin langsung bangkit berdiri. Merogoh mantel musim dingin ku lalu mengambil parfum bermerk Casablanka dan menyemprotkannya ke tubuhku.
Aku berjalan menuruni tangga. Ku lihat arloji yang menggulung di pergelangan tangan ku. Menunjukkan pukul delapan lewat lima belas menit. Argh! Lima belas menit lagi. Aku langsung menyambar kunci mobil yang terkeletak di dekat buku telepon.
            “mom. Jika Georgie datang, katakan padanya. Aku sudah duluan” teriak ku lalu berjalan menuju garasi mobil.
            “baiklah. Hati-hati di jalan. Jalanan mungkin sedikit licin.” Lanjutnya juga dengan berteriak.
Aku masuk ke dalam mobil Bugatti, memutar kuncinya dan menekan pedal gas yang berada di bawah kakiku.

~~
            Aku menyusuri kota London dengan kecepatan yang minimal. Mengingat jalanan di kota London sedikit licin karna salju yang turun kemarin malam hampir menutupi badan jalan.
            -dret,dret,dret,dret- suara bergetar dari handphone ku terdengar. Aku masih membiarkan handphone itu bergetar sampai yang ketiga kali nya. Karna penasaran dengan orang yang menelpon itu, aku mencoba menggapainya didasbor mobil.
            Shit! Tangan ku tak cukup untuk mengambilnya. Aku yang merasa keadaan mobil sudah mulai tak terkendali kembali ke tempat ku semula tanpa memperdulikan getaran handphone ku lagi.
Dari arah depan ada truk muatan yang melaju dengan kecepatan tinggi yang hampir saja menabrak mobil ku dengan badan mobil truk yang jauh lebih besar itu, jika saja aku tidak membanting stir ke arah kiri.
Namun terlambat, terdengar benturan yang amat keras dan tiba-tiba pandangan ku mulai kabur. Tapi aku masih bisa mencium harum darah segar, tak tahu darah itu berasal dari mana dan suara orang-orang yang berdatangan sambill berteriak yang ku dengar. Lalu sudah tidak ada lagi, semua begitu gelap dan sesak.

~~
            Bayangan tentang mereka kembali muncul dalam ingatanku. Aku yang terbangun karna suara gemerisik hujan yang turun membuat ku gelisah. Di mana ini? Tanya ku dalam hati.
            Aku menolehkan kepala ku ke arah decitan pintu yang terbuka dan di sana. Tampaklah Mom Jane yang membawa minuman yang masih panas, terlihat dari kepulan-kepulan asap yang berada di atas minuman tersebut.
            Tidak! Seharusnya aku tidak berada di sini. Tapi berada di rumah sakit setelah kecelakan yang mengerikan yang baru saja terjadi padaku. Tuhan. Apa lagi ini. Aku bahagia jika tak bertemu dengan mereka. Namun, sekarang? Mengapa kau membawa ku ke tempat ini lagi.
            “jangan katakan kau bahagia. Kami selalu memantau mu dari jauh, Hailee. Kami tau, kau tak bahagia. Kau merindukan Tuan, aku, Edmund, dan semua yang ada di sini. Aku tau kau nyaman jika berada di sini. Aku tau kau menyayangi Tuan, walaupun kau tak pernah mengakui itu. Hailee, Tuan merindukanmu. Ia selalu berusaha untuk menyakiti dirinya sendiri hanya karna kau tak mau mengahadapi takdir untuk bersamanya. Ia tak pernah selemah ini sebelumnya. Kami mengkhawatirkannya, Hailee. Dan hanya satu cara agar bisa membuatnya kembali seperti duu. Kau, ya, kau. Dia mencintai mu. Dan dia berharap agar kau menyadari cinta dan keberadaannya” Ucapnya dengan keseriusan yang terdengar di setiap Mom Jane menyebutkan kata-kata pada kalimat itu. Aku memikirkan kalimat itu dengan teliti. Ingin rasanya aku mengakui bahwa itu memang benar. Namun, di sisi lain aku merasa itu hanya pemikiran mereka yang konyol saja.
            “minum lah. Kau bisa pikirkan kata-kata ku jika kau sudah merasa lebih baik” aku mengambil cangkir yang suguhkannya pada ku. perempuan itu duduk di samping ranjang ku. Aku yang tak tau harus berkata apa, meminum isi cangkir tersebut. Aku berpikir dan tersadar, aku seharusnya bukan di sini.
            “Mom Jane.. Seharusnya aku berada di rumah sakit, dengan berbagai macam tali yang pasti menempel di tubuh ku. Dengan oksigen yang terpasang di mulut dan hidung ku. Serta perban yang melingkar di kepala ku dan kesakitan. Ya, kesakitan.” Ucap ku mulai terisak, saat kejadian yang membuat ku trauma berputar kembali di memori otak ku. Merasakan sesak yang menyelubungi paru-paru dan jantung ku. Aku berharap ini hanyalah mimpi, ya, mimpi— yang indah—

~~
            “Hailee. Kau merasa baikan sayang?” suara Mom yang terdengar samar-samar di telingaku, bergetar. Mungkin karna ia mengkhawatirkan ku. aku membuka mata dengan perlahan dan menggenggam dengan erat tangannya. Sudah berapa lama aku tak sadarkan diri? Mom Jane, dimana dia sekarang? Apa itu tadi hanya mimpi ku saja? Zayn, mengapa aku merasa jadi sangat merindukannya setelah langkah kaki yang ku dengar tadi. Apa betul itu dia. Tak mungkin ia menemui ku lagi. Sudah jelas sekali bahwa dia pasti membenci ku, steleah aku menolaknya dengan mentah-mentah.
            “aku senang kau terbangun. Aku begitu mengkhawatirkanmu.” Ucap Mom yang membuat ku berpaling dari pikiran-pikiran yang begitu menyulitkan ku. Aku yang masih kaku untuk berbicara, hanya bisa menunjukkan senyum simpul kepadanya.


Author’s P.O.V

            Wajah yang tertutup oleh jubah hitam itu, tersenyum puas setelah melihat pria dengan rasa kecewa yang membeludak. Setidaknya, aku bisa membuat mu dan gadis bodoh itu menjauh. Ucapnya dalam hati.
            “tuan. Ada yang ingin bertemu dengan anda”
            “siapa dia? Berani-beraninya mengganggu kesenangan ku” jawabnya ketus dan memutar tubuhnya menghadap sang pelayan.
            “seorang wanita berjubah hitam dengan mata merah dan pria dengan sayap putih berambut keriting, Tuan. Aku sudah melarang mereka masuk. Namun, mereka tetap memaksa.”
            Heh! Orang-orang itu lagi, batinnya. “baiklah suruh mereka masuk”
            “baik, Tuan” balas sang pelayan sambil menunduk dan mohon izin untuk pergi.

~~
            “ternyata kau mengenali kami”
            “ucapkan saja apa tujuan kalian datang ke tempat ini” ucap Meiter dengan nada dingin dan nampak tak tertarik.
            “wah.. wah.. wah. Nampaknya teman kita yang dulu tak tertarik lagi berbicara dengan kepala dingin, Harry” ucap peremmpuan itu sambil menampilkan senyumnya.
            “kau taulah, dia kan sudah mengambil privasinya sendiri setelah selama sembilan tahun yang lalu. Dia terlalu terobsesi ingin menjadi seorang pemimpin. Tapi tak terkabulkan karna, Hailee datang dan di ramalkan akan menyelamatkan jiwa Kakak. Haha! Dan kau tau Jane, pria yang didepan kita ini pun ingin mengambil Hailee. Oh—aku terenyuh” balas Harry dengan nada yang mencemooh, membuat emosi Meiter naik secara perlahan-lahan.
            “jika tujuan kalian ke tempat ini hanya untuk menghina ku. Jangan salahkan aku jika Zayn menerima darah segar kalian.”
            “heh! Sepertinya aku takut Jane. Bagaimana ini? Kita pergi saja kalau begitu” ucap Harry dengan nada yang melecehkan.
            “tak usah terburu-buru. Kita buktikan apakah ucapan pria di depan kita ini dapat di pegangnya atau tidak. Jika tidak, mungkin kita bisa memberikan sedikit penekanan padanya. Siapa kita, Zayn, Niall dan Hailee” ucap Jane sembari menunjukkan matanya yang merah laksana burung Elang yang sedang mencari mangsa di angkasa, begitu tajam dan tajam.
            “Naill? Itu tawanan ku. Seharusnya semua orang termasuk kalian tau jika pria pecinta makanan itu sudah mati. Tapi—tapi —mengapa bisa?” tanya Meiter dengan wajah yang takut dan tubuhnya mulai di selubungi oleh keringat kekhawatirannya.
            “karna aku ada di sini, Meiter” ucap seseorang berambut blonde dari arah pintu dan menyeret para penjaga yang tadinya berjaga di depan pintu. “kau terkejut melihat ku. akhirnya, setelah sekian lama aku terbekap di penjara yang tak ada persediaan kentang sama sekali itu. Sekarang atau mungkin nanti setidaknya aku bisa memakan kentang sebanyak yang ku mau. Kau heran mengapa aku bisa keluar. Itu simple saja. Penjaga mu terlalu baik untuk di bodoh-bodohi. Lihat, bagaimana mereka sekarang. Tapi tenang, mereka tak mati. Hanya pingsan mungkin untuk selama-lamanya” kekeh Niall dengan nada yang begitu bersemangat tapi begitu tajam sehingga membuat Meiter benar-benar tak tau bagaimana jadinya ia melawan tiga malaikat sialan di hadapannya ini.


Hailee’s P.O.V
            Kembali ke dalam kamar yang sunyi ini memang membuat ku sedikit senang. Setidaknya, aku tak harus berurusan dengan mesin-mesin menyebalkan dirumah sakit. Dad tak pernah mengunjungiku, walau aku pun dalam keadaan sekarat seperti kemarin. Apa ia sudah tak menyayangiku lagi. Butiran air mata mulai turun melewati pelupuk mataku. Aku sangat merindukannya. Mengapa bisa keluarga Dad tak membiarkan Dad kemari dan merawat putri semata wayangnya ini? Sial. Aku bahkan sangat membenci mereka.
            Setelah beranjak dari tempat tidurku ke jendela. Terlintas satu nama di benak ku. Zayn. Aku seakan melihatnya yang dari bawah menyapa ku sambil melambai-lambaikan kedua tangannya kearahku. Aku mengusap mata ku. Namun, bayangan itu tak hilang. Tunggu! Itu Zayn. Ya Tuhan. Mustahil!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SMAS KATOLIK BINTANG LAUT TELUKDALAM